Kerajaan Bali
A. SEJARAH BERDIRINYA KERAJAAN BALI
Kerajaan Bali adalah sebuah kerajaan yang terletak di
sebuah pulau berukuran kecil yang tak jauh dari Pulau Jawa dan berada di
sebelah timur. Kerajaan ini berada di sebuah pulau kecil yang dahulu
masih dinamakan dengan Pulau Jawa sehingga bisa dikatakan pulau ini
masih dianggap sebagai bagian dari Pulau Jawa.
Kerajaan ini pada umumnya menganut kepercayaan berupa agama Hindu walau
pada perkembangannya nanti ternyata tidak hanya agama Hindu yang
dominan, tapi juga kepercayaan-kepercayaan seperti animisme dan
dinamisme. Ini bisa terjadi karena kentalnya budaya nenek moyang pada
saat itu walau kerajaan ini sudah berdiri.
Di kerajaan ini pun berkembang agama Buddha dengan cukup baik dan cukup
banyak penganutnya.
Bukti adanya kerajaan di pulau kecil yang dahulu juga dinamai Pulau
Dewata ini bisa didapatkan dari bukti-bukti sejarah yang ditemukan di
pulau ini. Salah satunya adalah sebuah prasasti yang ditemukan di sebuah
desa bernama Desa Blanjong Sanur. Prasasti itu menuliskan tahun 836
saka dengan nama-nama rajanya pada saat itu.
Pusat Kerajaan Bali kali pertama ada di Singhamandawa dengan raja
pertama kerajaan ini bernama Sri Ugranesa. Menariknya, jika mengacu pada
bukti sejarah prasasti, kerajaan ini pernah dikuasai oleh Kerajaan
Singasari pada abad ke-10 dan Kerajaan Majapahit pada abad ke-14.
Walau Pulau Bali terpisah secara geografis dengan Pulau Jawa, hubungan
di antara keduanya sangatlah baik, termasuk ketika kerajaan ini berkuasa
di Pulau Bali. Hubungan yang dibangun pun sangat baik. Hal ini terbukti
ketika pada saat kerajaan ini ditaklukkan oleh Kerajaan Majapahit
sehingga sebagian besar masyarakat Kerajaan Bali melarikan diri ke Pulau
Jawa, sedangkan sisanya memilih untuk tetap tinggal di Bali.
B. MASA KEJAYAAN DAN RAJA RAJA KERAJAAN BALI
Memang sudah menjadi hukum alam bahwa suatu peradaban yang muncul pasti akan mengalami masa kejayaan, masa kemunduran, dan pada akhirnya keruntuhan. Hal ini bisa kita lihat dengan silih bergantinya kerajaan-kerajaan yang ada di Indonesia lewat berbagai macam sumber sejarah. Sama halnya dengan kerajaan ini. Kerajaan Bali pun mengalami masa kejayaan dan masa kemunduran. Masa kejayaan Kerajaan Bali terjadi pada saat Dharmodayana naik tahta. Pada masa Dharmodaya, kerajaan ini mengalami kejayaan dengan sistem pemerintahan yang semakin jelas daripada sebelumnya. Di sisi lain, kita mengetahui bagaimana akrabnya hubungan Bali dengan Pulau Jawa. Pada masa Dharmodayana ini, pihak kerajaan memperkuat hubungan tersebut dengan mengawinkan Dharma Udayana dengan Mahendradata, putri dari raja Makutawangsawardhana dari Jawa Timur. Hal ini akhirnya semakin memperkokoh kedudukan kerajaan di antara Pulau Jawa dan Bali.
Memang sudah menjadi hukum alam bahwa suatu peradaban yang muncul pasti akan mengalami masa kejayaan, masa kemunduran, dan pada akhirnya keruntuhan. Hal ini bisa kita lihat dengan silih bergantinya kerajaan-kerajaan yang ada di Indonesia lewat berbagai macam sumber sejarah. Sama halnya dengan kerajaan ini. Kerajaan Bali pun mengalami masa kejayaan dan masa kemunduran. Masa kejayaan Kerajaan Bali terjadi pada saat Dharmodayana naik tahta. Pada masa Dharmodaya, kerajaan ini mengalami kejayaan dengan sistem pemerintahan yang semakin jelas daripada sebelumnya. Di sisi lain, kita mengetahui bagaimana akrabnya hubungan Bali dengan Pulau Jawa. Pada masa Dharmodayana ini, pihak kerajaan memperkuat hubungan tersebut dengan mengawinkan Dharma Udayana dengan Mahendradata, putri dari raja Makutawangsawardhana dari Jawa Timur. Hal ini akhirnya semakin memperkokoh kedudukan kerajaan di antara Pulau Jawa dan Bali.
Kehidupan Masyarakatnya
a. Kehidupan Politik
Stuktur birokasi kerajaan Bali berdasarkan pada prasati yang dikeluarkan oleh raja Udayana adalah sebagai berikut.
a. Kehidupan Politik
Stuktur birokasi kerajaan Bali berdasarkan pada prasati yang dikeluarkan oleh raja Udayana adalah sebagai berikut.
- Raja berperan sebagai kepala pemerintahan, jabatan Raja diwariskan secara turun temurun.
- Badan penasihat Raja disebut pekirakiran i jro makabehan yang bertugas memberi nasehat dan pertimbangan kepada Raja dalam pengambilan keputusan penting. Badan ini terdiri dari beberapa senapati dan beberapa pendeta agama Hindu ( dang acarya ) dan Buddha ( dan upadhyaga )
- Pegawai Kerajaan membantu raja dalam bidang pemerintahan, penarikan pajak dan administrasi.
b. Kehidupan Sosial
Pada masa Kerajaan Bali Kuno, struktur masyarakatnya didasarkan pada sistem kasta, sistem hak waris, sistem kesenian, serta agama dan kepercayaan. Ada hal yang menarik dalam sistem keluarga Bali yang berkaitan dengan pemberian nama anak, misalnya Wayan, Made, Nyoman, dan Ketut. Pada golongan Brahmana dan Ksatria untuk anak pertama disebut Putu. Pemberian nama tersebut diperkirakan dimulai pada zaman Raja Anak Wungsu dan berkaitan dengan upaya pengendalian jumlah penduduk.
Pada masa Kerajaan Bali Kuno, struktur masyarakatnya didasarkan pada sistem kasta, sistem hak waris, sistem kesenian, serta agama dan kepercayaan. Ada hal yang menarik dalam sistem keluarga Bali yang berkaitan dengan pemberian nama anak, misalnya Wayan, Made, Nyoman, dan Ketut. Pada golongan Brahmana dan Ksatria untuk anak pertama disebut Putu. Pemberian nama tersebut diperkirakan dimulai pada zaman Raja Anak Wungsu dan berkaitan dengan upaya pengendalian jumlah penduduk.
c. Kehidupan Ekonomi
Kegiatan ekonomi masyarakat Kerajaan Bali adalah bercocok tanam. Hal tersebut dapat di ketahui dari beberapa prasasti Bali yang menyebutkan sawah, parlak ( sawah kering ), gaja (ladang), kebwan (kebun), dan kasuwakan (pengairan sawah).
Kegiatan ekonomi masyarakat Kerajaan Bali adalah bercocok tanam. Hal tersebut dapat di ketahui dari beberapa prasasti Bali yang menyebutkan sawah, parlak ( sawah kering ), gaja (ladang), kebwan (kebun), dan kasuwakan (pengairan sawah).
d. Kehidupan Budaya
Pada prasasti-prasasti sebelum pemerintahan Raja Anak Wungsu, telah disebut beberapa jenis seni yang ada pada waktu itu. Namun baru pada zaman Raja Anak Wungsu dapat membedakan jenis seni ke dalam dua kelompok besar, yaitu seni keraton dan seni rakyat yang biasanya berkeliling menghibur rakyat. Berikut jenis-jenis seni yang berkembang pada masa itu :
a) Patapukan (atapuk/topeng)
b) Pamukul (amukul/penabuh gamelan)
c) Abanwal (permainan badut)
d) Abonjing (bujing musik Angklung)
e) Bhangin (peniup suling)
f) Perbwayang (permainan wayang)
Pada prasasti-prasasti sebelum pemerintahan Raja Anak Wungsu, telah disebut beberapa jenis seni yang ada pada waktu itu. Namun baru pada zaman Raja Anak Wungsu dapat membedakan jenis seni ke dalam dua kelompok besar, yaitu seni keraton dan seni rakyat yang biasanya berkeliling menghibur rakyat. Berikut jenis-jenis seni yang berkembang pada masa itu :
a) Patapukan (atapuk/topeng)
b) Pamukul (amukul/penabuh gamelan)
c) Abanwal (permainan badut)
d) Abonjing (bujing musik Angklung)
e) Bhangin (peniup suling)
f) Perbwayang (permainan wayang)
C. RUNTUHNYA KERAJAAN BALI
Seperti yang sudah disampaikan sebelumnya bahwa adalah sifat alamiah
suatu peradaban mengalami pasang surut. Ketika peradaban itu muncul, ia
akan mengalami masa kejayaan kemudian mengalami masa kemunduran dan pada
akhirnya akan berakhir pada masa kehancurannya.
Pernah pada suatu masa, pihak kerajaan memiliki seorang patih yang
kekuatannya sangat luar biasa. Patih itu bernama Kebo Iwa, kekuatannya
yang sangat terkenal di seantero Pulau Jawa dan Bali membuat kedudukan
kerajaan semakin kuat dan sulit untuk ditaklukkan. Patih Kebo Iwa hidup
bersamaan tepat pada masa Kerajaan Majapahit yang kemudian mulai
berpikir untuk menaklukkan Bali.
Suatu ketika, Patih Kebo Iwa berhasil dibujuk untuk pergi ke Majapahit
sebagai sebuah penghargaan terhadap dirinya oleh Patih Gajah Mada. Hal
ini dilakukan karena Patih Gajah Mada dari Kerajaan Majapahit yang pada
saat itu pergi ke Bali untuk menaklukkannya ternyata tidak bisa karena
ketangguhan pasukan di bawah pimpinan Patih Kebo Iwa.
Ketika sampai di Pulau Jawa, Patih Kebo Iwa diminta untuk membuat sebuah
sumur. Dengan kekuatannya, hal itu tentu menjadi hal yang mudah bagi
dirinya. Tetapi, kemudian muslihat pun dilaksanakan. Ketika Patih Kebo
Iwa sedang menggali sumur, sumur itu pun ditutup dengan tanah dan
batu-batu oleh para tentara Kerajaan Majapahit.
Mereka berniat untuk mengubur hidup-hidup Patih Kebo Iwa di dalam sumur
itu. Namun, hal ini ternyata tidak berhasil karena saking kuatnya Patih
Kebo Iwa, pasir dan batu-batu yang ditimpakan di atas Patih Kebo Iwa
tadi berhasil dilontarkan ke atas. Itu membuktikan betapa kuatnya Patih
Kebo Iwa dan tidak dapat dibunuh dengan cara seperti itu.
Pada akhirnya, Patih Kebo Iwa menyerahkan dirinya sendiri kepada
Kerajaan Majapahit dan merelakan dirinya untuk dibunuh. Mengetahui hal
ini, tentu pihak Kerajaan sangat marah. Kemudian, Patih Gajah Mada
mengambil inisiatif berupa sebuah strategi perang untuk pergi ke Bali
dengan berpura-pura menyerah dan minta diadakan perundingan di Bali.
Patih Gajah Mada berniat untuk menangkap Raja Bali pada saat itu, yakni
Gajah Waktra dengan dalih menyerah dan ingin mengadakan perundingan di
Bali. Ia pun berhasil hingga pada saat itulah kerajaan ini resmi runtuh
dan berada dalam kekuasaan Kerajaan Majapahit.
Setelah ditaklukkan oleh Kerajaan Majapahit, para penduduk Kerajaan Bali
pun melarikan diri ke daerah pegunungan, masyarakat Bali Kuno ini
sering disebut Bali Aga. Kini, mereka bisa kita temui di daerah Pulau
Bali seperti di Desa Tenganan atau mungkin di daerah Tengangan
Pengringsingan. Mereka memiliki adat dan pakaian adat sendiri yang khas
dan sedikit berbeda dengan pakaian adat Bali pada umumnya.
Peninggalan Kerajaan Bali
0 komentar:
Posting Komentar